Di
depan kaca aku mematut-matut diriku sembari membolak-balikkan badan.
Memasang wajah tersenyum, marah, cemberut, dan terakhir wajah tidak
peduli. Sedikit mengatur pernafasan, aku menatap diriku di depan
cermin dengan perasaan yang sedikit sulit di jelaskan. Seseorang yang
sedang berdiri di depan cermin kamarku yang mewah ini sudah pasti
aku, tapi kenapa wajah kecambah sialan itu selalu muncul. Meski
berulangkali aku mencoba melepas bayang laki-laki yang di paksa untuk
berpura-pura menjadi kekasihku itu, tetap saja aku tidak bisa
melepaskannya. Atau mungkin lebih tepatnya, aku tidak ingin
melepaskannya.
Sambil
menghela nafas pelan-pelan, aku memperhatikan ke sekeliling. Mataku
jeli menelisik ke setiap sudut ruang yang ada di sekitarku. Mencoba
memastikan kalau tidak ada seorangpun di antara keluargaku yang
bersembunyi memperhatikan, terutama Tsugumi dan Claude. Bagus...!,
aku bersorak dalam hati, mereka seperti biasa menantiku di luar
sebelum aku berangkat ke sekolah.
Yosh!,
tidak ada yang memperhatikanku saat ini, pikirku sambil mengepalkan
tangan. Kembali aku palingkan tubuhku menghadap cermin rias yang ada
di depanku. Ku pandangi diriku sendiri dalam-dalam meskipun hati dan
pikiranku melihat orang lain. Ya, orang lain yang membuat jantung
berdegup keras dan pipiku terasa hangat saat ini.
“Raku...”
aku menyebut nama laki-laki itu di iringi detakan jantung yang
semakin tidak berirama. Berhenti sejenak untuk mengambil nafas,
dengan tubuh gemetar dan gerakan nafas yang tidak normal aku
menguatkan diriku
“Aku....,
me...nyu...”
akh...!,
mulutku seakan di sumbat kain yang sering aku lihat di film-film
penculikan yang ada di tv. Tapi saat ini bukan aku yang di culik,
tapi hatikulah yang di curi olehnya.
#entah
kenapa aku merasa menjadi sangat galau.
Huh,
setelah melakukan beberapa gerakan peregangan dan pernafasan, kembali
aku menenangkan diri. Dengan menegaskan diri, aku menatap cermin yang
memantulkan wajahku yang semakin memerah karena malu.
“Raku...,
aku..., me..nyu..ka...”
“OJOU-SAMAAAA.....!”
terdengar teriakan keras terdengar pintu kamarku yang di buka dengan
gerakan yang seakan tak terlihat manusia.
“AKH...,
TsugumiIIII.....!, KETOK PINTU DULU...!” teriakku lebih keras dari
orang yang mendobrak pintu kamarku sambil melemparkan tas yang sedang
ku sandang ke arahnya.
Terkejut,
dengan wajah yang terlihat murung Tsugumi memberikan alasannya.
“maaf
ojou-sama, saya pikir karena terlalu lama anda belum keluar, saya
berpikir terjadi sesuatu, maka saya langsung secepat kilat berlari ke
sini, tapi...” ucapan Tsugumi berhenti melihatku wajahku yang
memerah.
“Kenapa
wajah anda merah, apa anda sakit...” katanya sambil mendekat ke
arahku dan menempelkan tangannya di kepalaku yang panasnya melebihi
suhu normal tubuh manusia.
“Ah...,
mou ii ...!” kataku menarik tangan Tsugumi setelah mengambil
tasku yang tergeletak di lantai.
“Tapi
ojou-sama. Tubuh anda panas, sepertinya anda sakit...” kata Tsugumi
memperlihatkan raut wajah khawatirnya kepadaku, namun aku terus saja
menyeretnya untuk berjalan pergi ke sekolah.
Huft...,
latihan pernyataan cintaku gagal lagi, keluhku dalam hati. Apakah ini
berarti sesuatu yang buruk, entahlah, aku tidak mau memikirkannya. Di
tengah kecerewatan Tsugumi yang khawatir kalau aku sedang sakit, aku
pergi ke sekolah dengan mobil yang di sopiri Claude, tetap dengan
wajah kecambah sialan itu berada di pantulan kaca mobil yang aku
pandangi.
“aku
menyukaimu....” bisik hatiku pelan sambil menahan perih rasa sakit
yang menusuk hatiku dengan lembut itu.
***
“
Kita di turun di sini saja .... !” kataku dengan perasaan malas
sambil menarik tangan Tsugumi keluar dari mobil. Sengaja aku turun
sedikit lebih jauh dari sekolah untuk menghilangkan kantuk yang aku
rasakan dengan sedikit berolahraga. Aku hanya tidak mau tertidur di
kelas saat pelajaran matematika nanti. Kalaupun nantinya aku
ketiduran, bukan salahku kalau aku ketiduran di kelas nanti, salahkan
kecambah itu karena telah membuatku susah tidur hampir setiap malam.
Seperti sedikit menyimpan kebingungan, claude akhirnya tidak
menanyakan apa-apa.
Jadi,
seperti biasa, setelah memberikan perintah kepada Tsugumi untuk tidak
pernah beranjak lebih dari satu meter dariku, dia langsung
mengemudikan mobil dengan gaya seperti layaknya mafia. Terkadang aku
berpikir, walaupun terkadang berprilaku aneh, claude sebenarnya
adalah orang yang pintar. Aku heran kenapa dia bisa-bisa jadi
pengikut papa yang bagiku terlihat seperti anak kecil yang
terperangkap di tubuh orang dewasa. Yah, kalau di lihat dari segi
ini, aku seharusnya lebih heran lagi kenapa mama yang super jenius
itu mau menikah dengannya.
“
Ojou sama ... !” sekelebat tubuh yang bergerak cepat dari
belakangku membuat langkahku tertahan. Tangannya yang walaupun
terlihat lembut, aku yakin akan terasa kasar kalau di sentuh karena
berbagai macam latihan yang aku tidak ketahui.
“
Ada apa Tsugumi ? “ tanyaku sedikit kaget sambil melihat ke
sekeliling.
Mendadak
saja, sebuah peringatan alami karena sudah seumur hidupku aku
habiskan di lingkungan berbahaya berbunyi. Di sepanjang jalan masuk
sekolah telah berkumpul berbagai macam anak-anak bermuka seram yang
kebanyakan dari mereka berpakaian hitam. Dengan berbagai macam
senjata khas yanki yang mereka bawa, aku segera memasang
kuda-kuda. Satpam sekolah kami yang sepertinya tidak biasa menghadapi
situasai ini, terlihat cuma melihat-lihat dari posnya dengan sebuah
wajah yang di penuhi keringat.
Namun,
meski keadaan terlihat menegangkan, dapat di lihat dari berjalan
cepatnya para murid ketika melewati pintu gerbang dengan muka yang
tegang, tetap saja aku merasa janggal dengan apa yang akan mereka
lakukan di depan sekolah kami. walaupun tawuran antar anak-anak nakal
biasa terjadi, tapi itu biasanya hanya terjadi antar dua sekolah.
Sementara itu yang aku lihat dari baju yang mereka pakai, mereka
berasal dari berbagai macam sekolah yang berbeda. Apalagi gaya mereka
yang terlihat santai, membuat mereka terlihat seperti sedang
berdarmawasita ke sekolah kami.
“Tsugumi,
apa yang harus kita lakukan...?” aku bertanya kepada Tsugumi
setelah menurunkan kepalan tanganku walaupun mataku tetap bersikap
waspada.
“Anda
masuk duluan ojou-sama, biar saya bertanya dulu kepada mereka apa
yang mereka lakukan di sini ...” kata Tsugumi memegang tanganku dan
berjalan pelan masuk ke dalam sekolah di iringi beberapa pasang mata
dari mereka.
Merasa
Tsugumi bisa dengan mudah menghancurkan mereka semua kalau terjadi
perkelahian, mengingat reputasi Tsugumi selama ini, Tanpa pikir
panjang aku bergegas cepat dengan sedikit berlari menuju gedung
sekolah setelah menitipkan pesan kepada Tsugumi.
“Jangan
lama-lama dan beritahu aku nanti apa yang membuat mereka datang ke
sekolah ini”
Tsugumi
mengangguk sambil bergerak menuju kumpulan prema-preman sekolah
tersebut.
“
Raku sama aku takut ....” sebuah pemandangan tidak mengenakkan
menyambut kedatanganku ketika tanganku baru saja membuka pintu kelas.
Hal yang membuatku darahku makin memuncak adalah kenapa si kecambah
sialan ini bersikap biasa saja. Cemburu?, tidak, aku tidak cemburu,
aku hanya sedikit merasa risih melihat seseorang yang bukan
siapa-siapa bersikap terlalu mesra dengan “pacar”ku.
“Darling,
apa yang sedang terjadi....?”tanyaku tenang sambil meletakkan tasku
di atas meja dan duduk di kursi bersikap layaknya seorang putri.
Ah..., tentu saja itu aku lakukan setelah menendang marika yang
sedang memeluk Raku dan menancapkan kepalanya kelantai.
“aku
tidak tahu jelasnya, tapi aku rasa mereka datang ke sini tidak untuk
memulai sebuah perkelahian...” kata Raku santai. Entah kenapa
pemikiran Raku yang sama denganku membuat sedkit merasa senang. Yah,
walaupun sebagian besar dari teman-teman sekelas terlihat memasang
muka panik. Kosaki bahkan terlihat sudah tidak berada lagi di kelas
ini bahkan ketika Ruri mencoba menyadarkannya, dan Shu terlihat
memobilisir para anak laki-laki melakukan sebuah ritual aneh. Mereka
meletakkan buku-buku di tengah-tengah dan berjalan mengelilinginya
sambil mengeluarkan gerakan-gerakan aneh layaknya ritual orang-orang
yang kebudayaaannya belum di jamah tulisan.
“Ritual
untuk memanggil dewa perang masih kurang, dia masih belum mau
menerima pemanggilan kita...” kata Shu yang tiba-tiba terlihat
dimataku berpakaian seperti orang jaman batu dengan tulang dinosaurus
yang di ikat dirambutnya.
“gawat,
apa lagi yang mereka minta Shu...” para laki-laki yang berdiri di
depan Shu terlihat panik.
“dia
menginginkan celana dalam semua perempuan yang ada di kelas ini....!”
kata Shu dengan tajam milihat para perempuan yang ada di kelas dengan
darah yang tidak-tiba keluar dari hidung.
“TIDAKKK!!!!”
serentak saja aku dan seluruh perempuan yang ada di kelas langsung
menyerangShu, mematahkan tulangnya, dan memasukkannya ke dalam laci
meja. Laki-laki yang tersisa tiba-tiba membeku setelah melihat
tatapan bersinar dari kami. Akhirnya aku mengerti kenapa laki-laki
mau menerima tuntutan emansipasi perempuan. Karena kalau tuntutan
tersebut tidak di turuti, meja-meja di seluruh dunia bakalan terisi
penuh.
“HUAAA!!!!”
Tiba-tiba
sura gemuruh yang terdengar seperti tangisan terdengar dari luar
gedung sekolah. Aku, Raku, dan semua orang ada di kelas, termasuk Shu
yang berada dalam laci, segera bergegas menuju jendela. Seperti yang
aku duga, gemuruh tangis tersebut berasal dari para yanki yang
aku temui di depan gerbang sekolah tadi.
“
lihat ..., Tsugumi berjalan bersama dua orang cowok....” marika
menunjuk ke arah 3 orang yang sedang berjalan santai menuju gedung
sekolah sambil memeluk Raku dari belakang, dan aku kembali
menendangnya.
“
hei..., Tsugumi terlihat akrab dengan mereka, apa mereka saling
kenal...?” sebuah pembuka obrolan yang aku yakin bakalan menuju
muara yang sama.
“
kedua cowok itu ganteng-ganteng lagi ...” teriak yang lainnya.
“KYAAAA!!!!!”
hampir semua perempuan yang ada di kelas berteriak histeris hanya
dengan melihat kedua orang laki-laki itu dari kejauhan.
Yah
aku aku kedua laki-laki itu memang wajahnya di atas rata-rata yang
bahkan aku sekalipun pasti tidak akan bosan melihat mereka kapanpun
dimanapun. Tapi, tetap saja di butuhkan rasa yang menggelora di dalam
dadalah untuk membuatku mau melakukan hal itu, pikirku dalam hati
sambil melirik Raku dan sialnya..., mata kami bertemu.
Segera
aku palingkan wajahku ke arah jendela dan berpura-pura memperhatikan
Tsugumi yang terlihat akrab dengan laki-laki yang berada di
sampingnya. Tetap saja, aku tidak bisa menutupi kegugupanku.
“dasar
kecambah sialan!!!” teriakku tanpa sadar.
Begitu
aku membuka mata, kepala Raku sudah berada di atas loteng kelas
dengan tubuh menjuntai. Duh , aku memukulnya lagi tanpa alasan,
keluhku sedikit kesal. Padahal sudah beberapa kali aku ingin bersikap
jujur padanya.
“teeeeettttt!!!”
Bel
masuk tiba-tiba berbunyi, kami segera bergegas menuju kursi
masing-masing. Tentu saja setelah aku menarik tubuh Raku yang
tergantung di loteng. Menjadikan seseorang yang kamu sukai sebagai
hiasan kelas, aku pikir bukanlah sesuatu yang bijak.
***
Tsugumi
datang ke kelas tepat pada saat guru menuliskan huruf pertama di
papan tulis. Tanaka sensei mengangguk-anggukkan kepalanya saat
Tsugumi berbicara kepadanya kalau dia di panggil ke ruang guru.
Setelah memberi perintah agar merid-murid tidak berisik saat dia
berada di ruang guru, tepat setelah pintu di tutup oleh tanaka
sensei, semua murid langsung mengerubungi Tsugumi. Mereka semua
memberikan berbagai macam pertanyaan yang sempat membuat Tsugumi
kewalahan untuk menjawabnya.
“
mereka berdua adik kakak yang hari ini pindah ke sekolah kita ”
jawab Tsugumi singkat.
“lalu,
soal yanki yang ada di gerbang sekolah kita, apa hubungannya
dengan mereka semua...?”tanyaku kepada Tsugumi. Aku melirik Raku,
sepertinya dia tidak begitu tertarik dengan obrolan ini. Wajar sih,
lingkungannya sehari-hari membuat preman-preman sekolah tersebut
bagaikan anak kecil yang baru belajar berjalan.
“
dia bilang mereka berdua temannya..., cuma itu”
“kamu
tahu siapa nama kedua cowok ganteng itu....?” tanya sekumpulan
perempuan dengan wajah berbunga-bunga. Kedatangan dua orang yang
berwajah di atas rata-rata membuat para perempuan itu lupa kalau
sekolah mereka mungkin saja menjadi tempat tawuran.
“
aku rasa dia akan masuk ke kelas ini nantinya, dan kalian bisa
tanyakan lebih jelas kepadanya ...” aku menatap Tsugumi heran, gaya
bicaranya seakan-akan Tsugumi mengenal kedua orang itu. Sementara itu
semua perempuan langsung berteriak dengan keras. Sepertinya setelah
sebelumnya teman baru mereka adalah perempuan semua, kedatangan
seorang murid laki-laki ke dalam kelas mereka, ganteng lagi, tentu
setidaknya mampu mengobati mata mereka yang perih.
“
mereka sepertinya mengenalmu ojou-sama...” kata Tsugumi sambil
menoleh ke arahku yang pasti terlihat kebingungan karena ucapan
Tsugumi tersebut.
“siapa...?”tanyaku
dengan pandangan mata menyelidik.
Sebelum
Tsugumi menjawab, pintu tiba-tiba terbuka dengan Tanaka sensei yang
rambutnya sudah hampir tidak ada lagi, memasang wajah yang datar
walaupun kata-katanya mengekspresikan kemarahan.
“sudah
saya bilang, jangan ribut, sudah ayo kembali duduk ke tempat
masing-masing”
Semua
murid langsung bergegas menuju tempat duduk mereka termasuk aku yang
duduknya di barisan bagian belakang. Sebelum berbalik menuju tempat
dudukku, sekilas aku melihat seseorang yang di tadi Tsugumi bilang
kenal denganku di iringi teriakan teman-teman perempuanku di kelas.
Langsung saja, setelah memastikan diriku duduk dengan santai di
kursiku, aku menolehkan wajahku ke arah orang yang akan menjadi
penghuni baru kelas kami sembari memastikan kalau aku juga
mengenalnya.
“ Ah
...” pandangan kita bertemu, dia sudah memandangiku dari tadi.
Sadar kalau aku menatapnya dia langsung mengangkat kedua sisi
mulutnya. Senyum yang manis. Tapi, sadar kalau dia terenyum untukku
aku memalingkan mataku ke bawah meja berpura-pura memainkan kakiku.
Baiklah,
aku sama sekali tidak kenal orang ini.
“silahkan
kenalkan dirimu...!” suara datar khas Tanaka sensei menghilangkan
suara gaduh para cewek dan suara iri gengnya Shu. Sedangkan Raku
seperti sama sekali tidak menunjukkan ketertarikannya. Mulutnya yang
berulangkali di tutupnya sembari memejamkan mata membuatku yakin
kalau dia begadang lagi gara-gara keluarga yakuzanya yang seringkali
meributkan hal yang tidak perlu.
“
selamat pagi...” sapa laki-laki bertubuh tinggi yang sedang
tersenyum di depan kelasku setelah dia menuliskan kanji namanya di
depan kelas.
Serempak
aku dan semua orang yang ada di kelas menjawab salam yang di
suarakannya dengan nada suara yang lembut tapi terdengar tegas.
“
namaku Ryuji Hasegawa..., yoroshiku onegaishimasu...” katanya
sembari membungkukkan badan yang di sambut dengan teriakan serempak
dari para perempuan di kelasku yang merasa senang karena akhirnya
kelas mereka menerima murid pindahan yang laki-laki. Sebaliknya, Shu
and the geng masih memasang tampang waspada. Keberadaan para
yanki yang tadi bergerombol di depan pintu gerbang sekolah,
membuat mereka tidak menurunkan kewaspadaan mereka. Aku melihat Shu
kembali berpakaian seperti kepala suku zaman purba, tapi kali ini dia
memakai gading gajah untuk mengikat rambutnya.
“
jelaskan apa hubunganmu dengan para preman yang di luar...?” tanya
Shu dengan suara yang di serak-serakkan.
“
oh..., mereka hanya teman-temanku di sekolahku yang sebelumnya,
mereka datang ke sini hanya untuk menemaniku datang ke sekolah ini,
aku jamin tidak akan ada kejadian apa-apa...” katanya dengan
senyuman yang kembali membuat beberapa orang perempuan pingsan.
Shu
dan para cowok lainnya memperlihatkan muka yang di buat semakin
masam. Mereka masih belum puas sepertinya karena karena tersebut
tidak menjawab pertanyaan siapakah Ryuji ini sebenarnya.
Tiba-tiba
mata dan mulut Shu mendadak terbuka saat matanya terbentur dengan
pandangan Tsugumi. Kebiasaannya saat mendapatkan sebuah ide buruk
tidak dapat di hilangkan begitu saja. Entah kenapa aku yakin salah
satu pernyataan Tsugumi tadi tentang laki-laki tersebut mengenalku,
membuatku yakin Shu akan menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan
hal itu.
Sambil
tetap menyalakan api obor di samping mejanya, Shu bertanya sambil
berteriak dan mengarahkan telunjuknya kepadaku.
“apa
hubunganmu dengan Kirisaki....?”
sudah
ku duga Shu bakalan menanyakan ini karena pernyataan Tsugumi tadi.
Sial, walaupun aku ingin mengetahuinya, tapi tidak di hadapan seluruh
kelas. Seluruh kelas mendadak hening menantikan jawaban dari Ryuji,
termasuk Raku. Kekhawatiranku semakin memuncak karena keringat dingin
mendadak keluar begitu saja, membuatku merasakan sesuatu yang buruk
akan terjadi tergantung jawaban yang di berikannya.
Seperti
sudah menjadi kebiasaaannya, dia tersenyum kepada Shu untuk kemudian
menoleh ke arahku dengan senyuman yang sama.
“bukan
apa-apa...” kata-katanya terhenti sejenak.
“
dia cuma pacarku yang sudah lama tidak aku temui ...!” masih dengan
senyum yang sama.
#mendadak
hening.
“
tadi kamu bilang apa....?” tanyaku dengan tangan gemetar menunjuk
ke arahnya yang masih dengan santainya belum melepaskan senyuman di
mulutnya.
“aku
pacarmu...!!!” senyumnya ke arahku.
“EEEEEHHHHHH.........................!!!!!”
semua orang yang duduk di kursinya serentak bangkit dengan wajah yang
menunjukkan keterkejutan, melihat tajam menyelidik kearahku, meminta
sebuah penjelasan. Bahkan Rakupun memperlihatkan wajah bingungnya
kepadaku.
Baiklah....,
entah kenapa aku merasa lebih pusing dari biasanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar