Senin, 19 Mei 2014

Pengakuan Seorang Generasi Nilai

beberapa waktu lalu dalam sebuah presentasi dikelas teman saya memaparkan hasil penelitiannya tentang kesulitan belajar anak SMU dalam mata pelajaran bahasa Jepang. Setelah melakukan wawancara, disimpulkan bahwa anak-anak SMU yang di wawancarainya itu sama sekali tidak tertarik dengan pelajaran bahasa Jepang. Yang menarik adalah ketika ditanya bagaimana caranya mereka tetap dapat nilai yang bagus mereka menjawab

tenang aja, udah ada bagiannya masing-masing kok” jawabnya dengan santai.

Kemudian teman saya tersebut menjelaskan kalau dikelas anak yang ditelitinya tersebut sudah ada joki yang membantunya. Joki disini merupakan teman yang ahli dalam mata pelajaran tertentu yang setiap kali ada ujian atau ulangan dia akan membagikan hasil jawabannya kepada setiap orang dikelasnya. Dengan cara inilah anak tersebut bisa mendapatkan nilai bahasa Jepang yang bagus dirapor tapi tidak dikepala.

Saya tertawa nyaris terbahak mendengar hasil penelitian yang dipaparkannya karena teringat masa sewaktu SMU dulu. Sayapun dan sebagian besar teman sayapun melakukan hal yang sama. Meskipun tidak sesistematis anak-anak yang diteliti oleh teman saya tersebut. Tapi, saya pastikan kalau sebagian besar nilai 8 koma yang ada dirapor SMU saya merupakan hasil dari mencontek.

Lalu mungkin ada teman-teman yang heran kok nggak malu sih mengakui kalau nilai rapor SMU saya, SMP juga sih sebenarnya, didapatkan dari hasil yang tidak jujur...?. Sebelum saya menjawabnya, ada baiknya teman-teman memikirkan kenapa saya bisa mencontek tanpa rasa bersalah sama sekali.
  1. Lingkungan yang mendukung.
    Bagaimana mungkin saya bakalan tahan godaan kalau sebagian besar teman saya melakukan kerjasama yang “menyenangkan ini” dalam setiap ujian. Saya yang golongan otaknya tidak terlalu ajaib bakalan berpikir buat apa saya rajin-rajin belajar kalau ada cara yang lebih mudah. Inilah yang disebut oleh guru biologi saya simbiosis mutualisme, hubungan saling membutuhkan. Semuanya demi satu hal , nilai.
  2. Banyaknya jam pelajaran.
    Indonesia, dalam sebuah artikel saya baca merupakan negara yang memiliki jam pelajaran disekolah tertinggi didunia. Yaitu 220 hari dalam setahun. Bisa dibayangkan betapa bosannya hidup kalau dihabiskan dengan belajar dan belajar.
    Bukanlah hal yang mengherankan kalau saya sering pulang saat hari sudah senja dan tertidur lelap sesudah isya karena kelelahan. Tentu saja tidak sempat ngerjain PR yang sedikit dari guru. Lalu , kapan ngerjainnya...?, jangan khawatir, teman-teman saya benar-benar mengaplikasikan sila ke 3 dalam kehidupannya kok. datang aja lebih awal dari biasanya, dan mereka sudah standby didalam kelas dengan PR dan jawabannya sekaligus. Lihat, berkorban datang lebih pagi dari biasanya sudah biasa bagi saya. Semua untuk satu hal, nilai.
  3. Tidak tahu kenapa belajar mata pelajaran itu.
    Saya sewaktu SMU sekolah dimadrasah yang mata pelajarannya nyaris 20 mata pelajaran. Nah, saking banyaknya tentu saja saya bakalan mikir penting tidaknya saya belajar mata pelajaran tersebut. Sehingga, untuk pelajaran yang saya tidak sukai dan tidak tahu kenapa saya belajar pelajaran tersebut, saya tidak pedulikan sama sekali. Walaupun bukunya ada, tapi buku tersebut cuma menjadi pajangan di dalam kamar saya. Tapi, tetap saja nilai saya diatas rata-rata meski saya tahu pelajaran tersebut cuma nama mata pelajarannya doang. Semua itu demi satu hal, biar mama dirumah nggak marah-marah.#ehm...
  4. Agar dapat ranking yang tinggi.
    Ini nih alasan yang paling sering membuat anak-anak yang tulus menuntut ilmu dan tidak mau “bekerjasama” menjadi mencak-mencak. Gimana nggak, mereka yang sudah mati-matian belajar dirumah dan disekolah. Nilai mereka didahului oleh orang-orang yang kerjanya kayak saya, main mulu tapi tetap dapat nilai bagus. Gimana lagi, nilai anda disekolah tidak terletak dikejujuran anda sob, tapi dari nilai diatas kertas. Sekali lagi, semua itu karena nilai.
  5. Kalau nilai nggak cukup nggak lulus sob ! #ColekUN.
    google aja di yahoo, pasti udah banyak yang nulis soal monster sekolah yang satu ini. Untuk menaklukan monster ini membutuhkan nilai yang tinggi. Karena itulah kerjasama yang menyenangkan itu terjadi lagi. Namun skalanya aja yang beda, bukan antar murid lagi, antar sekolah.
Sebenarnya masih banyak lagi sih hal yang menjadi alasan kenapa prilaku mencontek itu merajalela.tapi saya rasa penyebab utamanya adalah sistem pendidikan di Indonesia yang berorientasi nilai dan tidak terarah. Tidak terarah karena banyaknya mata pelajaran dan lamanya jam sekolah seperti yang saya sebut diatas.
Ok , karena tangan sudah pegal saya akan memberikan alasan kenapa saya ngasih tahu darimana nilai rapor saya tersebut.
  1. itu semua udah menjadi sejarah masa lalu.
  2. Saya menyadari kalau mencontek itu buruk karena saat kuliah inilah saya mendapatkan akibatnya. #mending berhenti sakarang deh bagi yang nggak mau rugi.
  3. Mencontek tersebut sudah menjadi hal umum di Indonesia sehingga saya yakin anda yang membaca tulisan ini sebagian besar akan berkata dalam hati “ saya juga seperti ini”. #ayo ngaku.
Yup sekian dulu untuk hari ini, salam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar